Rabu, 17 Desember 2008

AGENDA TEROBOSAN POLITIK DAN EKONOMI

Pemilihan Umum dengan Sistem Tiga Paket

Mengajak seluruh komponen bangsa untuk melihat kembali sejarah keberhasilan dan kegagalan bangsa secara kepala dingin, jujur dan obyektif sejak prakemerdekaan sampai dengan saat ini serta melakukan bench marking terhadap keberhasilan bangsa-bangsa unggul di dunia sehingga diperoleh rumusan kebijakan negara yang pas untuk dilaksanakan.

Dalam 3 sampai dengan 6 bulan kedepan, Presiden sebagai kepala pemerintahan atau kepala negara hendaknya mengambil inisiatif mengajak seluruh komponen bangsa terutama 3 pillar pertumbuhan ekonomi yaitu dunia usaha melalui asosiasi-asosiasi, akademisi / lembaga riset dan departement pemerintah dari setiap sektor terkait.

Sektor dimaksud antara lain adalah industri hulu dan hilir dari sektor pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan, termasuk perusahaan jasa penunjang dan industri penujang dari setiap sektor tersebut.


Pemerintah, Dunia Usaha, dan Akademisi hendaknya duduk bersama untuk mendapatkan kesepakatan atau konsensus nasional tentang agenda pembangunan yang mampu mentranformasikan Indonesia menjadi bangsa maju pada tahun 2020.

Didalam agenda terobosan percepatan pembangunan 2007 sampai dengan 2009 guna mengejar ketertinggalan bangsa sekaligus menentukan langkah strategis menghadapi ancaman krisis energi nasional dan dunia yang disebabkan antara lain oleh lambannya kemajuan program diversifikasi energi nasional dan makin besarnya ancaman ketergantungan Indonesia atas import minyak mentah dan BBM yang telah melampaui 600 ribu bbl/hari dan dapat mencapai 900 ribu bbl/hari pada tahun 2010.

Ditambah lagi dengan harga minyak bumi yang diprediksikan mencapai US$ 100/bbl bahkan US$ 200/bbl yang sangat mengancam pertumbuhan ekonomi dunia maupun ekonomi nasional, ditengah kecenderungan negara penghasil minyak untuk mengelola sendiri hasil tambang minyak untuk kebutuhan BBM dalam negeri maupun sebagai feed stock industri.

Sebagai antisipasi, kecenderungan negara penghasil minyak menggunakan minyak sebagai alat bargaining politik dan ekonomi terhadap negara-negara maju, diperkirakan peran perusahaan minyak multi nasional akan berkurang dalam pengelolaan maupun pengembangan minyak dunia. Diperkirakan pada tahun 2012, hampir seluruh pengelolaan hulu Migas dunia sudah akan dilaksanakan oleh perusahaan nasional masing-masing.

Langkah 2: Agenda Proses Recruitment Nasional

Berpendapat bahwa agar keempat syarat di atas dapat dipenuhi sekaligus dimasukkan ke dalam agenda politik bangsa agar dapat diimplementasikan segera, maka diperlukan adanya kebijakan rekruitmen kepemimpinan nasional dengan sistem 3 paket, yaitu:

a. Paket presiden dan wakil presiden
a. Paket rencana kerja atau blueprint presiden dan blueprint masing-masing menteri
b. Paket menteri-menteri yang akan melaksanakan masing-masing blueprint yang disepakati

Blueprint tersebut merupakan hasil kerja atau konsensus antara 3 pilar pembangunan ekonomi yaitu dunia usaha (sebagai lokomotif atau motor penggerak ekonomi), akademisi (sebagai penghasil SDM dan penelitian) serta pemerintah sebagai fasilitator dunia usaha agar dunia usaha tumbuh, mandiri dan berdaya saing.

Dalam waktu dekat, agar dunia usaha bersama pemerintah dan kalangan akademisi lebih bersatu padu merumuskan kebijakan-kebijakan operasional dalam Indonesia Incorporated, menerjemahkan dan mengimplementasikan Undang-undang No. 22 tahun 2001 yang telah ada, yang memungkinkan percepatan peningkatan produksi.

Sekaligus percepatan peningkatan peran yang lebih besar bagi perusahaan migas nasional (perusahaan eksplorasi produksi, perusahaan industri penunjang, perusahaan jasa dan barang nasional), untuk lebih menjamin keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya bilamana diperlukan secara bersama-sama dilakukan amandemen UU No. 22 tahun 2001 agar peningkatan produksi dan peningkatan peran perusahaan nasional dapat dipercepat.

Dunia usaha bersama Pemerintah dan Kalangan Akademisi mensinkronisasikan dan merumuskan serta menetapkan rencana strategis migas nasional 2020 (Indonesia Incorporated 2020 sektor migas) yang lebih aspiratif, berorientasi global dan yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dituangkan dalam bentuk Undang-undang agar tidak tergantung terhadap perubahan kebijakan pemerintah sewaktu-waktu.

Pengembangan lebih lanjut seluruh potensi sumber daya kekayaan nasional dan global oleh perusahaan nasional adalah sebagai kelanjutan penguasaan teknologi, pengalaman manajemen global, SDM yang handal yang telah sepenuhnya dikuasai perusahaan nasional saat ini.

Pengembangan lebih banyak perusahaan nasional akan lebih menjamin pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan, sesuai rencana strategis migas 2020



Langkah 3: Mengubah Paradigma bangsa dari feodal birokratis menjadi bangsa entrepreneur

Paradigma Bangsa Entrepreneur

Entrepreneur atau entrepreneurship secara umum atau koventional diterjemahkan sebagai proses kegiatan yang menghasilkan keuntungan atau profit atau return bagi investor melalui tangan manajemen.

Definisi lain entrepreneur adalah proses kegiatan yang menghasilkan kekayaan (wealth creation) dan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat (value added to the community), antara lain berupa keuntungan atau return on investment bagi investor, peningkatan kesejahteraan pegawai, return on good environment, pendapatan pajak Pemerintah untuk digunakan bagi kesejahteraan rakyat banyak.

Corporation is not a money dream machine for interest of the few, but a community of entrepreneurs created for the purpose of generating wealth for the individual and adding value to society.

Dalam korporasi yang berwawasan wirausaha atau entrepreneurial driven corporation, investor menaruh investasi pada korporasi kemudian dikelola bersama dalam tim manajemen memanfaatkan sumber daya lainnya seperti lahan, pasar, teknologi dsb untuk berproses atau bertransaksi menghasilkan kekayaan atau profit bagi korporasi/investor dan nilai tambah bagi masyarakat (melalui kesempatan kerja, pelatihan, proyek sosial perusahaan serta pajak bagi negara).

Korporasi-korporasi yang merupakan kumpulan para entrepreneur merupakan kekuatan yang signifikan dan strategis bagi bangsa, dalam banyak hal dapat menyetir arah kebijakan bangsa atau Negara atau dunia sekalipun, namun dapat diarahkan untuk kesejahteraan bagi sebagian besar rakyat bukan untuk keuntungan atau kesejahteraan bagi segelintir orang semata.

Olehnya Negara atau Pemerintah harus bertanggungjawab mengatur kebijakan untuk menciptakan iklim dan infrastruktur ekonomi yang memungkinkan agar korporasi yang ada makin bertumbuh dan lebih banyak lagi korporasi baru tumbuh untuk mensejahterakan sebagian besar rakyat.

Di dalam demokrasi ekonomi bahwa Negara yang beribuasis entrepreneur akan mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya semangat entrepreneur bagi seluruh bangsa secara berkesinambungan dan membuka kesempatan yang sama bagi rakyat untuk memperoleh akses beribuisnis seperti modal, lahan, teknologi, tenaga kerja terampil agar dapat bersaing bebas menghasilkan kekayaan atau wealth atau keuntungan bagi perusahaan maupun bagi rakyat dan negara.

Langkah 4: Melakukan inventarisasi seluruh aset atau kekayaan nasional maupun aset global

Untuk dievaluasi keberadaannya agar seoptimal mungkin dapat memberi kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi rakyat.

Kekayaan yang dimaksud antara lain kekayaan sumber daya alam didarat hulu maupun hilir, berupa tambang migas, batubara emas, uranium, tembaga, produk pertanian, kehutanan hulu maupun hilir .

Dilaut berupa produk perikanan ,energi diudara berupa matahari dsb,kekayaan 250jt SDM sumber daya manusia baik yang tidak terampil ,terampil dan sangat terampil atau very high skilled labour.

Kekayaan permodalan nasional,kekayaan potensi buyer nasional dgn 250 juta rakyat,kekayaan hasil riset dan lembaga riset yang berkualitas tinggi serta applicable bagi industri nasional .

Demikian juga dengan kekayaan kualitas pemerintahan kita yang bila effektif dan berwawasan entrepreneur menjadi asset yang sangat menentukan.

Kesemua asset ini selanjutnya dibuatkan program utk ditingkat kualitas dan perannya utk mendukung pencapaian indnesia yang mandiri berdaya saing adil dan makmur

Langkah 5: inventarisasi dan evaluasi unggulan daya saing bangsa (national competitive advantages)

Kesempatan yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha dan kalangan akademisi bersama sama menentukan segmen industri dan jasa pada sektor-sektor tertentu sebagai target nasional yang disepakati sebagai konsensus nasional antara pemerintah dan dunia akan memberi dorongan motivasi dan martabat sangat besar bagi negara dan seluruh rakyat untuk merealisasikannya.

Faktor-faktor produksi: labour, capital, teknologi, misal dengan kebijakan subsidi, capital market, polisi pendidikan yang memungkinkan pengusaha-pengusaha tertarik menanamkan investasi di pendidikan atau pabriknya atau training centre perusahaan digunakan untuk publik dengan insentif tax exemption atau tax holiday dan sebagainya.

Faktor strategi perusahaan, struktur industri/jasa, persaingan perusahaan, polisi pemerintah capital market, tax policy dan persaingan usaha sehat atau antitrust law.

Faktor kebutuhan domestik, misal kebijakan standar produk lokal, pemerintah sebagai pembeli produk lokal misal alat-alat militer, alat-alat komunikasi, pesawat teribuang kecil, membuat polisi yang memuat pasar favourable bagi tumbuhnya produk lokal, peraturan membentuk struktur pasar.

Faktor industri terkait dan industri penunjang/jasa penunjang, misal di sektor migas perusahaan oil/gas nasional dan jasa dan barang nasional praktis hanya 10 sampai dengan 20%, dapat dibuat kebijakan atau policy yang memungkin akumulasi asset nasional kalau siap 80 atau 90% diberi kesempatan sekaligus menumbuhkan industri hilir dengan produk derifatifnya.

Atau kebijakan yang memungkinkan industri penunjang atau jasa masuk ke industri utama atau industri penunjang didukung untuk go internasional dengan kemudahan-kemudahan pajak dsb.

Langkah 6:

Konsensus nasional yang disepakati antara pemerintah, DPR RI dan DPD RI atau lembaga terkait lainnya untuk menetapkan kesepakatan yang dicapai pada langkah 1 sampai dengan ke 4,bilamana diperlukan dengan memasukkannya dalam agenda perubahan UUD atau UU politik lainnya .

Bila mengalami kebuntuan sementara dianggap oleh rakyat hal ini merupakan kebutuhan,maka melalui referendum nasional oleh rakyat dan mengurangi biaya referendum dapat dilakukan bersamaan dengan anggaran pemilu 2009.

Langkah 7:

Pembentukan kelembagaan implementasi yang secara khusus diberi tugas mengelola pelaksanaan langkah langkah operasional diatas yang mempunya wewenang koordinasi dan operasional yang bertanggung jawab langsung ke presiden/wakil presiden.

Indonesia Enterpreneurial State




Baca Selengkapnya.....

Mencari Pemimpin Baru

Setelah 10 Tahun Reformasi di Indonesia. Bagaimana hasil yang dicapai?

Hampir 10 tahun reformasi berjalan tanpa arah yang dipahami rakyat, 4 kali pergantian pimpinan pemerintahan, reshuffle kabinet berulangkali pada tiap pemerintahan, praktis mengakibatkan pengangguran makin meningkat, sandang pangan, pendidikan dan jaminan kesehatan semakin tidak terjangkau bagi sebagian besar rakyat Indonesia, serta semakin terkikisnya kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Akar permasalahan timbulnya hal di atas antara lain, dikarenakan ketiga pilar penyelenggara negara, eksekutif, legislatif dan yudikatif belum mempunyai dan atau belum mampu menyatukan persepsi untuk menyelenggarakan dan mencapai tujuan bernegara.

Dan yang sangat menghawatirkan adalah bila berlanjut stagnan tanpa terobosan terobosan besar yang berarti hampir dapat dipastikan eksistensi negara kesatuan republik indonesia hanya akan menjadi kenangan bagi generasi anak cucu kita.

Hak prerogatif Presiden yang kurang dalam mendahulukan kepentingan rakyat


Dalam praktek selama masa reformasi, Presiden terpilih dengan hak prerogatifnya memilih menteri-menteri hanya dalam waktu yang singkat 2-3 minggu saja, sehingga kemampuan maupun program kerjanya tidak dipersiapkan dengan baik dan hasilnya jauh dari harapan rakyat. Pemilihan para menteri yang diangkat cenderung merupakan hasil kompromi antara partai politik dengan Presiden .

Apakah beretika bilamana Presiden yang sepenuhnya dipilih langsung oleh rakyat, yang seharusnya mampu memperibuaiki kesejahteraan dengan menentukan menteri yang memiliki kemampuan kerja dan program kerja yang teribuaik namun dalam kenyataannya tidak demikian?

Selain itu anggota kabinet dan program kerjanya praktis tidak pernah disosialisasikan pada rakyat, jauh hari sebelum para anggota kabinet diangkat oleh Presiden, sehingga dalam implementasinya kurang mendapat dukungan rakyat dan hasilnyapun tidak memenuhi keinginan sebagian besar rakyat, yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kemiskinan, pengangguran dan pendidikan serta jaminan kesehatan yang makin tidak terjangkau.

Pemerintahan Tidak Efektif

Pemerintahan yang tidak kompak sehingga tidak efektif hanya bekerja 1 atau 2 tahun saja dari 5 tahun masa pemerintahan mengingat anggota kabinet merupakan wakil dari partai politik yang 1 atau 2 tahun sebelum pemilu sudah sibuk dengan persiapan pemilu berikutnya. Apakah hal ini juga beretika bagi kepentingan rakyat yang memilih?

Lemahnya efektifitas dan kekompakan kabinet selama ini dapat dimaklumi mengingat tim anggota kabinet tidak pernah disiapkan dalam jangka cukup untuk di fit and proper test kan orang dan programnya praktis tidak pernah didebat publikkan.

Juga disebabkan anggota kabinet yang belum pernah sebelumnya bekerja dalam satu tim karena dibentuk hanya dalam waktu 2-3 minggu tanpa program kerja anggota kabinet lima tahunan yang rinci dan jelas di tengah-tengah ketidakjelasan arah dan prioritas pembangunan bangsa jangka panjang selama 10 tahun.

Seharusnya sebagai calon anggota tim kabinet kerja, setiap anggota atau calon anggota kabinet telah bersama-sama dalam satu perahu menyusun prioritas program kerja masing-masing anggota yang disusun berdasarkan keberhasilan dan kegagalan kabinet saat itu ataupun kabinet sebelumnya dengan tidak lupa mempertimbangkan kebutuhan yang paling mendesak bagi rakyat serta perkembangan global yang bisa membantu suksesnya program kabinet

Dengan demikian kekompakan antar menteri dan efektifitas kabinet telah terjalin satu dua tahun sebelum pemilu sehingga kabinet dapat bekerja penuh selama lima tahun sejak dari hari pertama bekerja, lebih jauh lagi karena jika didebat publikkan, maka efektifitas dan kekompakan serta leadership calon presiden bersama anggota kabinetnya diketahui rakyat jauh sebelum dipilih rakyat.

Kurangnya dukungan rakyat dan lembaga tinggi negara kepada pemerintah dan programnya

Dukungan lembaga legislatif, yudikatif, lembaga lainnya serta partisipasi rakyat sangat tergantung kepada keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam penyusunan prioritas program pembangunan, sehingga menimbulkan solidaritas karena turut serta dalam bagian penyusunannya. Misalnya dalam debat publik yang partisipatif.
Bila dilakukan secara sistematis prioritas program pembangunan bangsa dapat dijadikan alat pemersatu atau simbol atau icon bangsa untuk menggelorakan semangat perjuangan bangsa merajut kekuatan yang terpecah pecah menjadi kekuatan satu padu bersama seluruh rakyat berjuang merealisasikannya

Sangat Mengecewakan Rakyat?

Sangat naif dan telah sangat menyakitkan rakyat bahwa presiden yang dipilih oleh rakyat ternyata memberikan akomodasi pada partai politik secara berlebihan untuk menduduki jabatan menteri, yang ternyata tidak benar-benar melalui proses seleksi program dan seleksi anggota kabinet yang dipersiapkan jauh sebelum pemilu serta benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat.
Oleh sebab itu sudah saatnya negara sebagai wadah berkumpulnya seluruh rakyat tanpa terkecuali untuk kembali kepada paradigma dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.


Apakah sistem rekruitmen politik kita saat ini masih relevan?

Apakah ketidakjelasan arah reformasi atau arah pembangunan nasional kita atau sistem politik kita perlu peninjauan kembali mengingat lemahnya kepemimpinan nasional, lemahnya tim kabinet serta ketidakjelasan program pembangunan yang sungguh-sungguh sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat banyak serta dipahami sepenuhnya oleh rakyat.

Apakah budaya bangsa kita atau sistem pendidikan kita sanggup mendukung Indonesia menjadi negara yang dikualifikasikan negara maju (developed atau fully developed country dengan GNP perkapita diatas US$ 5.000 atau diatas US$ 10.000).

Negara yang bertanggung jawab seyogianya mampu mengedepankan suatu sistem politik yang selalu melindungi kepentingan seluruh rakyat secara adil dan mampu menjamin terlaksananya semua program-program bangsa untuk mencapai keadilan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat sesuai mukadimah UUD 1945.

Operasionalisasi dari keinginan luhur mukadimah diatas atau operasionalisasi dari Pancasila sangat dibutuhkan oleh bangsa ini adalah konsep incorporated dengan semangat enterpreneur yang membutuhkan perubahan mekanisme politik yang memungkinkan rakyat memilih orang Indonesia teribuaik, mampu mengisi kepemimpinan nasional atau kepemimpinan daerah yang bersih dan kuat,

Tim Kabinet harus mampu merumuskan program dan melaksanakan program strategis jangka panjang maupun jangka pendek menengah secara disiplin, kreatif dan inovatif yang benar-benar dibutuhkan sebagian besar rakyat, apalagi bila program yang dilegitimasi rakyat.

Apakah sistem rekruitment saat ini sudah sesuai dengan asas dari Rakyat oleh Rakyat untuk Rakyat?

Saat ini makin sulitnya mencari pemimpin-pemimpin nasional baru yang berkualitas negarawan, yang benar-benar mengurus kepentingan rakyat secara sungguh-sungguh.

Bilamana proses rekruitmen kepemimpinan nasional masih menggunakan sistem pemilihan seperti saat ini, dengan presiden terpilih diberi hak preogatif menentukan anggota kabinet sendiri tanpa kejelasan program, maka praktis kegagalan 10 tahun reformasi akan berlanjut dan keberadaan atau eksistensi NKRI dalam 10 tahun yang akan datang menjadi pertanyaan besar?

Praktek koalisi partai politik

Saat ini praktek koalisi partai politik jauh sebelum Pemilu dilaksanakan, menunjukkan kecenderungan partai-partai politik beribuagi kekuasaan untuk memenangkan kursi Presiden dan kursi Menteri, disaat dimana permasalahan bangsa dipenuhi oleh tingkat kesejahteraan yang makin merosot ditambah lagi dengan makin tergantungnya Indonesia dengan import BBM serta ketidakpastian supply energi dunia.

Apakah tidak lebih baik partai politik lebih mempersiapkan prioritas program kerja dan calon anggota kabinet yang teribuaik untuk menanggulangi masalah–masalah Bangsa yang sangat mendesak diatas termasuk juga bagaimana upaya untuk melepaskan ketergantungan dari minyak import yang sudah mencapai 800 ribu bbl/hari saat ini dan produk import lainnya, disamping melunasi hutang-hutang negara, defisit anggaran APBN dan memperibuaiki iklim investasi.

Apabila koalisi partai politik dibutuhkan, maka seyogyanya koalisi tersebut dapat dilakukan setelah masing-masing partai politik menyelesaikan prioritas program kerja pembangunan bersama calon menteri yang ikut mempersiapkannya agar benar-benar memenuhi keinginan rakyat setelah mempelajari keberhasilan dan kegagalan pemerintahan saat ini ataupun pemerintahan sebelumnya.
Effendi Siradjudin dkk, Enterpreneural State Institute





Baca Selengkapnya.....

Sabtu, 13 Desember 2008

Belajar Dari Kuba,

Kuba adalah satu-satunya negara di dunia yang menempatkan pertanian organik sebagai kebijakan pertanian nasional. Di tengah perdebatan internasional tentang kesangsian pertanian organik mampu memproduksi cukup pangan untuk seluruh umat manusia, justru di Kuba pertanian organik telah menyelamatkan negeri ini dari krisis pangan hebat akibat hancurnya blok komunis Uni Soviet dan embargo Amerika Serikat. Pengalaman Kuba sangat menarik untuk dipelajari meski belum tentu cocok untuk diterapkan sepenuhnya di Indonesia, tetapi setidaknya dapat menjadi inspirasi bahwa model pertanian nasional yang lain juga mungkin, serta guna mencari masukan bagi perbaikan sistem ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan dalam konteks Indonesia.

Kuba pasca Uni Soviet


Sebelum tahun 90-an, Kuba ditandai dengan pertanian skala besar, asupan impor berbasis minyak bumi dan monokultur ala revolusi hijau. Sistem ini telah membawa Kuba pada tingkat konsumsi pangan yang tinggi, yakni 2809 kalori/kapita/hari dan 77 gram protein/ kapita/ hari tahun 1989. Hal ini mungkin karena adanya dukungan dari Uni Soviet yang mengimpor gula dari Kuba seharga lebih dari lima kali harga pasar internasional dan mengekspor minyak dengan setengah harga internasional. (Sinclair and Thompson, 2001. Laporan OXFAM America). Hancurnya Uni Soviet menyebabkan Kuba jatuh ke dalam krisis besar, ditambah dengan diberlakukannya Torricelli Act (1992) dan Helms Burton Act (1996) oleh Amerika Serikat yang intinya memperketat embargo, misalnya dengan memberi sangsi kepada negara dunia ketiga yang berbisnis dengan Kuba dan pelarangan penjualan bahan makanan dan obat-obatan ke Kuba sejak 1994. (Romero, 2000. Laporan OXFAM Amerika).

Akibat krisis ini, terjadi kekurangan pangan besar-besaran akibat hilangnya impor pangan, minyak bumi dan asupan pertanian. Model pertanian ala revolusi hijau tidak dapat dilanjutkan tanpa dukungan Uni Soviet. Dibandingkan tahun 1989, di Kuba pada tahun 1992 tingkat impor menurun masing-masing 53% untuk minyak bumi, 70% untuk pakan ternak, 77% untuk pupuk kimia dan sedikitnya 62.5% untuk pestisida. Pada tahun 1995, tingkat konsumsi kalori dan protein menurun sampai 40% dari tingkat konsumsi tahun 1989. Masa-masa ini dikenal sebagai Periode Khusus di Masa Damai (Special Period in Peacetime). (Rosset & Benjamin, 1994).

Reformasi Tiga Bidang


Situasi di atas tidak membuat Kuba menyerah terhadap Amerika Serikat. Tidak seperti Indonesia yang membeo kepada Amerika, Kuba tidak mengubah pola pembangunan nasionalnya mengikuti keinginan AS. Sebaliknya, krisis justru memunculkan alternatif baru baik di tingkat akar rumput maupun kebijakan nasional. Sebagai contoh, di bidang pertanian setidaknya ada tiga jenis reformasi kebijakan yang dilakukan, antara lain kebijakan teknologi, kebijakan produksi dan kebijakan distribusi. Reformasi-reformasi tersebut berhasil meningkatkan produksi pangan Kuba secara signifikan. Pada tahun 2000, bila dibandingkan dengan tahun 1988, produksi pangan meningkat masing-masing 767% untuk jagung, 113% untuk beras, 208% untuk umbi-umbian dan 351% untuk sayuran. Petani adalah yang paling diuntungkan dari reformasi tersebut. Penghasilan mereka menjadi salah satu yang tertinggi di negara tersebut. Kondisi ini mengundang banyak orang untuk kembali ke desa, ke sektor pertanian atau menjadi petani.


Perubahan di bidang teknologi


Di bidang teknologi pertanian, Kuba mendeklarasikan model alternatif yang dapat diklasifikasikan sebagai pertanian organik. Pertanian ini dicirikan dengan penggunaan sumber daya lokal yang tinggi, termasuk penanaman kembali spesies-spesies lokal; sistem multikultur dan pengurangan besar-besaran asupan luar seperti pestisida dan pupuk kimia (Rosset dan Benjamin, 1994). Perubahan ini dibarengi dengan pengembangan sarana pendukung, misalnya bioteknologi berbasis masyarakat dan perluasan lahan yang digunakan untuk memproduksi pangan, antara lain dengan pertanian perkotaan.

Pertanian Organik

Petani mengolah tanah dengan prinsip minimum tillage, kompos dan pupuk kandang menggantikan pupuk kimia, oxen sebagai pengganti traktor, rotasi tanaman dan multikultur. Pupuk kandang diperoleh dari limbah peternakan. Komps dibuat dari limbah panen sebelumnya, sampah makanan, limbah perkebunan tebu dan pabrik gula. Kompos cacing juga cukup populer digunakan. Untuk pengendalian hama digunakan cara biologis dengan produk-produk bioteknologi, musuh alami dan tanaman pengusir hama. 1 Untuk penjelasan lebih lengkap lihat Rosset & Benjamin, 1994b.

Bioteknologi oleh Petani


Tidak seperti banyak negara di mana bioteknologi identik dengan perusahaan multinasional, di Kuba bioteknologi dikembangkan oleh masyarakat, di koperasi-koperasi petani. Petani dapat mengakses produk bioteknologi, yang merupakan ujung tombak pengendalian hama mereka, seperti entomophagus3 dan entomopatogen4 dengan harga relatif murah. Meskipun demikian, CREE (Centros Reproductores de Entomofagus y Entomopatogenos, pusat produksi entomofagus dan entomopatogen) tetap meraih keuntungan. Penghasilan mereka cukup untuk membiayai gaji staff, biaya produksi dan membayar angsuran ke bank.

Pertanian Perkotaan

Sebelum krisis, pertanian perkotaan tidak berkembang di Kuba. Di Havana bahkan ada aturan yang melarang masyarakat menanam tanaman pangan di halaman rumah karena identik dengan kemiskinan. Setelah krisis, justru pertanian perkotaan memegang peran yang sangat penting sebagai penghasil pangan masyarakat kota sebelumnya tergantung pada produk impor dan kiriman dari desa. Bahkan pada tahun 1994, dibentuk dapartemen khusus yang mengurus pertanian perkotaan ini.

Di Havana pertanian perkotaan mencakup areal seluas 15 ribu hektar yang memproduksi sekitar 30% kebutuhan sayur mayur (sesuai standar FAO: 300 gram/kapita/ hari) untuk sekitar 2 juta penduduk kota tersebut tahun 1999. Di kota-kota yang lain bahkan terjadi kelebihan produksi, misalnya di Cienfuegos (148%), Sancti Spiritus (121%), Ciego de Avila (134%) dan kotamadya Havana (117%). Bila dirata-rata untuk seluruh Kuba, produksi pertanian perkotaan ini mencukupi sekitar 72% kebutuhan sayuran penduduk perkotaan. Pengalaman mereka ini menunjukkan bahwa kota dapat berubah status dari konsumen menjadi produsen pangan.

Pertanian perkotaan di Kuba bervariasi dalam bentuk, ukuran, teknik bercocok tanam dan kepemilikan. Pertanian organikpular garden adalah yang paling mudah ditemui. Ukurannya bervariasi dari beberapa m2 sampai beberapa hektar baik dikelola secara perorangan atau berkelompok. Sebagian untuk dikonsumsi sendiri, sebagian disumbangkan untuk makan siang di sekolah, rumah sakit atau untuk orang-orang yang tidak mampu, sedang sisanya dijual untuk mendapat keuntungan. Teknik yang paling banyak digunakan dikenal dengan istilah organoponico, yang menggunakan gundukan tanah subur sebagai bed, karena buruknya kualitas tanah di daerah perkotaan.

Entomopagus adalah serangga yang memakan atau menjadi parasit serangga lain yang menjadi hama tanaman dan dengan demikian dapat dijadikan pengendali hama biologis. Sebagai contoh yang digunakan di Kuba antara lain Tricogramma dan Lixophaga (Rosset & Benjamin 1994). Entomopatogen adalah penyakit serangga, tetapi tidak menyebabkan penyakit pada manusia dan dengan demikian dapat digunakan sebagai penggendali hama yang tidak beracun. Termasuk di dalamnya bakteri, jamur dan virus. Di Kuba mereka menggunakan antara lain: Bacillus thuringiensis, Beauvaria bassiana, Metarhizium anisopliae dan Verticillium lecanii (Rosset & Benjamin 94b: 39-40).


Perubahan di bidang produksi


Alokasi lebih banyak lahan untuk tanaman pangan

Sebelum krisis, sebagian besar tanah pertanian Kuba digunakan untuk perkebunan tebu sebagai produk pertanian unggulan mereka. Sektor ini berkontribusi untuk memberikan 400 ribu lapangan kerja dan menghasilkan sekitar 600 juta dolar Amerika (80% dari total ekspor). Setelah krisis, pemerintah mengalokasikan lebih banyak tanah untuk tanaman pangan. Lahan-lahan tersebut antara lain digunakan untuk memproduksi pangan untuk konsumsi para pengelola (self provisioning plot).



Distribusi tanah negara kepada koperasi-koperasi

Sebelumnya sebagian besar tanah pertanian dikuasai oleh perusahaan negara. Perusahaan ini disubsidi besar-besaran oleh pemerintah. Namun demikian, produktivitas mereka jauh lebih rendah dibandingkan dengan koperasi yang lebih sedikit mendapat subsidi dan apalagi bila dibandingkan dengan petani-petani kecil yang tidak disubsidi. Setelah krisis, terjadi reformasi dalam pengelolaan lahan. Sebagian tanah perusahaan negara dibagi-bagikan ke koperasi (UBPC, Unidad Basica de Produccion Cooperative, semacam koperasi produksi unit desa). Karyawan perusahaan negara tersebut diberi pilihan untuk tetap menjadi karyawan atau secara berkelompok membentuk koperasi. Tanah tetap dimiliki oleh negara, tetapi koperasi-koperasi memperoleh usufruct right, semacam hak guna lahan dalam jangka panjang. Pada tahun 1989, tanah yang dikelola oleh perusahaan negara mencapai 78%, sementara pada tahun 1997 tinggal 24%. Sementara luasan yang dikelola koperasi bertambah dari 10% (1989) menjadi 57% (1997).

Pembagian tanah untuk mereka yang ingin menjadi petani.

Pemerintah juga membagikan tanah bagi individu yang ingin menjadi petani. Misalnya di daerah perkotaan, mereka diijinkan mengelola lahan-lahan kosong yang tidak digunakan dengan usufruct right. Sebagai kompensasi kepada pemerintah, mereka diwajibkan memberikan sumbangan untuk masyarakat sekitar misalnya menyediakan bahan makanan untuk makan siang anak-anak sekolah di daerah tersebut, rumah sakit atau orang-orang miskin.

Perubahan sistem insentif

Perusahaan pertanian negara telah lama dikritik karena ketidakefisienannya. Meskipun menikmati subsidi paling besar, banyak di antara mereka kurang produktif bila dibandingkan dengan koperasi dan petani kecil. Untuk memacu produksi, pemerintah mengubah sistem produksi antara lain dengan: mengubah sistem penggajian dari berdasarkan jam kerja menjadi berdasarkan hasil produksi, memberikan tanggung jawab luasan lahan tertentu kepada orang tertentu agar produktivitasnya lebih dapat dikontrol dan memberikan insentif pembayaran dengan harga yang lebih tinggi untuk hasil produksi di atas kuota. Hal ini ternyata memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi pangan.

Perubahan di bidang distribusi


Pembukaan pasar produk pertanian


Sebelum krisis, pemerintah mengontrol seluruh sistem distribusi pangan. Ketika krisis sistem ini tidak dapat berjalan karena adanya pasar gelap, pencurian oleh distributor dan kerusakan-kerusakan di perjalanan. Tahun 1994 dibuka pasar produk pertanian untuk mengantisipasi permasalahan tersebut dan memudahkan akses masyarakat terhadap produk-produk pertanian, terutama pangan. Harga produk pertanian di pasar ini cukup tinggi sehingga para petani tergerak untuk menjual produk-produk mereka di pasar yang resmi dan lebih banyak orang tertarik untuk menjadi petani.

Hubungan langsung antara petani dan konsumen.

Sebelum krisis, distribusi pangan langsung ditangani oleh pemerintah secara sentralistik melalui ACOPIO (semacam BULOG untuk segala jenis produk pangan). Krisis menyebabkan sistem tersebut tidak dapat berlanjut dengan lancar antara lain akibat kurangnya bahan bakar menyebabkan produksi pangan seringkali tidak dapat diangkut tepat waktu dan akhirnya rusak. Sebagai alternatif, dibuat desentralisasi sistem distribusi dengan cara mendekatkan konsumen dan produsen. Dengan cara ini konsumen dapat menerima produk yang lebih segar, dalam waktu yang lebih cepat, harga lebih rendah (lebih sedikit rantai pemasaran) dan memotong kebutuhan transportasi.

Mengapa Kuba Berhasil?

Pengalaman Amerika Serikat, konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik membutuhkan waktu 3-7 tahun. Masalahnya Kuba tidak punya sekian banyak waktu. Mereka butuh pangan pada saat itu juga, terutama di daerah perkotaan di mana 80% masyarakat bermukim. Berikut ini adalah faktor-faktor yang memungkinkan cepatnya perubahan yang terjadi di Kuba.

Faktor internal:

Solidaritas pemerintah,

Kompaknya birokrasi dan keberanian menolak dominasi asing Kuatnya solidaritas pemerintah terutama terhadap mereka yang miskin tercermin dalam setiap kehidupan masyarakat. Jabatan tinggi di pemerintahan tidak menjadikan mereka kaya. Menjadi sama seperti mayoritas adalah ideologi negara. Seorang menteri yang lebih miskin dari guru sekolah dasar adalah fenomena umum di negeri tersebut. Birokrasi cukup kompak dalam kerjasama lintas instansi. Ini pula yang menyebabkan penyebaran teknologi baru bisa terjadi dengan sangat cepat di tingkat basis. Poder Popular, semacam organisasi masyarakat tingkat rendah mengorganisir kerja sama ini dan menjamin keberhasilan mobilisasi massa.

Keberanian pemerintah untuk bertahan pada cita-cita revolusi, menyebabkan Kuba cukup memiliki keberanian untuk menolak dominasi asing, meskipun konsekuensinya negeri itu tetap “miskin” bila dilihat dari segi konsumsi barang-barang mewah. Di Kuba, sangat jarang ditemui orang dengan mobil BMW (kecuali turis). Namun, tidak seorang anakpun mati kelaparan atau putus sekolah karena tidak punya biaya ataupun orang mati karena tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Dengan sedikit yang mereka punya, mereka telah menempatkan prioritas utama untuk kebutuhan dasar masyarakat banyak: pangan, kesehatan dan pendidikan.

Petani yang berkualitas

Faktor pertama adalah akumulasi pengetahuan para petani kecil. Petani kecil yang tidak pernah menerima subsidi asupan kimia telah lama menguasai teknologi ini. Berdasarkan wawancara dengan beberapa petani, apalagi yang telah bertani organis selama puluhan tahun, mereka berpendapat bahwa pertanian organik lebih produktif dalam jangka panjang dan lebih ramah lingkungan. Mereka yakin bahwa semakin mereka bertani organis, tanah akan semakin subur. Hal ini didukung dengan hasil panen mereka yang makin meningkat dan termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan koperasi dan perusahaan pemerintah. Dengan dukungan pemerintah berupa kredit dan subsidi asupan organis mereka makin produktif lagi.

Faktor kedua adalah tingkat pendidikan di Kuba cukup tinggi, termasuk bagi para petani. Kebanyakan dari mereka mengenyam sekolah tinggi pertanian. Pendidikan gratis untuk semua orang. Beberapa indikator pendukung antara lain: tingkat melek huruf 92%; terdapat satu peneliti untuk setiap 830 penduduk; satu dokter untuk setiap 190 penduduk. Faktor ini menyebabkan masyarakat Kuba termasuk para petani cukup kritis dan responsif dalam menerima dan mengolah informasi, termasuk teknologi yang akan mereka gunakan untuk memproduksi pangan mereka.

Penelitian yang mendukung



Sebetulnya, teknologi pertanian organik telah dikembangkan di Kuba sejak lama oleh para peneliti Kuba telah sebagai persiapan jika hal-hal yang tidak diinginkan mengancam sistem keamanan pangan ala revolusi hijau mereka. Ketika krisis sungguh-sungguh terjadi, teknologi tersebut telah siap disebarkan melalui instrumen-instrumen kebijakan pendukung.



Insentif untuk menjadi petani dan pekerja pertanian

Di Kuba berbagai upaya dilakukan untuk menarik orang bekerja di sektor pertanian, antara lain jaminan hak pengelolaan tanah yang cukup untuk petani, harga produk pertanian yang tinggi dan penghargaan terhadap profesi petani. Intinya, orang dapat hidup dengan layak dengan profesi ini; bahkan salah satu yang bepenghasilan besar. Usaha untuk menghargai profesi petani dilakukan lewat sekolah; misalnya program kunjungan ke lahan pertanian untuk pelajar SD dan bekerja di daerah perdesaan, biasanya di perkebunan tebu selama dua minggu bagi para remaja dan program sukarelawan untuk bekerja di daerah pertanian selama beberapa bulan bagi pemuda/mahasiswa. Meskipun banyak orang tidak menyukai program ini, minimal mereka menjadi sadar bahwa petani adalah pekerjaan berat, berguna untuk semua orang dan wajib dihargai.

Faktor Eksternal:

Tidak tergantung pada IMF dan Bank Dunia

Hal ini juga tercermin misalnya dari gaji. Yang secara resmi memiliki gaji terbesar adalah orang-orang yang berprofesi guru, petani dan dokter.

Tidak seperti Indonesia dan kebanyakan negara dunia ketiga yang terjerat hutang dengan lembaga keuangan internasional, Kuba relatif bebas untuk memilih model pembangunan mereka. Pada tahun 1997, Kuba hanya menerima US$ 67 juta; itupun melalui perjanjian bilateral dan dana-dana bantuan untuk NGO. Tidak ada hutang kepada World Bank, IMF dan bank-bank pembangunan Amerika (Sinclair & Thompson, 2001). Karena itu, pemerintah Kuba lebih bebas dan dapat secara mandiri merencanakan program penyelesaian krisis tanpa intervensi lembaga-lembaga internasional tersebut.Effendi Siradjudin dkk Enterpreneurial State

Bebas dari pengaruh perusahaan multinasional

Akibat embargo Amerika, Kuba relatif bebas dari cengkeraman perusahaan multinasional. Pemerintah menguasai semua sektor strategis dan mensubsidi habis-habisan tiga sektor utama: pangan, pendidikan dan kesehatan. Untuk dua sektor yang terakhir, fasilitas diberikan secara gratis untuk seluruh penduduk.

Krisis menyebabkan pemerintah tidak mampu lagi menyediakan pangan untuk seluruh penduduk, karena itu reformasi di bidang pangan di Kuba pada intinya adalah mengembalikan kedaulatan pangan pada petani sebagai produsen pangan.

Konsekuensi Perubahan di Kuba

Konsekuensi dari sistem yang berlaku di Kuba adalah tidak ada yang akan menjadi terlalu kaya maupun terlalu miskin. Dengan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis untuk semua orang, semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk maju dan hidup layak.

Harga makanan yang tinggi menyebabkan sebagian besar penghasilan mereka digunakan untuk makanan (mencapai 66% dari penghasilan). Akibatnya tidak banyak yang tersisa untuk membeli barang-barang tersier atau menumpuk begitu banyak tabungan dan hidup dari bunga tanpa bekerja. Dalam sistem semacam ini orang lebih sulit untuk menjadi konsumtif; apalagi untuk produk-produk yang tidak mendesak.

Kedua, kurangnya minyak dan asupan pertanian, memaksa Kuba untuk melakukan desentralisasi sistem produksi dan distribusi. Lebih banyak digunakan sumber daya lokal dan masyarakat didorong untuk mengkonsumsi makanan lokal untuk meminimalisir kebutuhan energi untuk pertanian organik dan penyimpanan.

Ketiga, pertanian organik yang berdasarkan sumber daya lokal tidak membutuhkan institusi besar untuk memproduksi asupan pertanian dari luar, seperti pupuk kimia/pestisida. pertanian organik tidak membutuhkan konsentrasi modal, misalnya perusahaan multinasional sebagai produsen asupan tidak dibutuhkan keberadaannya. Akibatnya benefit dapat terdistribusi dengan lebih merata.

Keempat, perlu ada jaminan luasan lahan tertentu untuk petani. pertanian organik membutuhkan luasan lahan tertentu agar bisa dikelola secara efisien, tergantung dari kondisi lokalnya. Jika terlalu luas, maka petani tidak mampu mengelola seluruh lahannya. Sebaliknya jika terlalu sempit, maka cukup sulit untuk membangun keseimbangan ekosistem yang saling mendukung satu sama lain.






Baca Selengkapnya.....

Jumat, 05 Desember 2008

Membangun Kedaulatan Pangan Untuk Menuju Swasembada Pangan

Krisis Pangan Dan Dampaknya Bagi Kehidupan Rakyat;
“The rapid rise in food prices could push 100 million people in poor countries deeper into poverty”, Direktur World Bank, Robert Zoellick.

Dari berbagai kajian beberapa bulan dan minggu-minggu terakhir ini, gejala yang mengarah krisis pangan 2008 semakin menguat. Krisis global yang akan terjadi bukan karena harga minyak bumi yang meroket di atas 100 dollar AS per barrel, melainkan ketersediaan pangan (Financial Post 7/1/2008, Financial Time 14/2/2008, Time-CNN, 27/2/2008). Pertanyaannya kini bukan lagi apakah akan terjadi, tetapi kapan terjadi? Jawabannya, tahun 2008.


Effendi Siradjudin dkk Enterpreneurial State



Sunday Herald (12/3/2008) menambahkan, krisis pangan itu akan menjadi krisis global terbesar abad ke-21. Krisis pangan akan menimpa 36 negara di dunia, termasuk Indonesia. Akibat stok yang terbatas, harga berbagai komoditas pangan tahun ini akan menembus level yang mengkhawatirkan. Harga jagung akan mencapai rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir, kedelai dalam 35 tahun terakhir, dan gandum sepanjang sejarah (Kompas, 24/1/2007).

Stok beras dunia akan mencapai titik terendah yang mendorong harga mencapai level tertinggi selama 20 tahun terakhir, sedangkan stok gandum mencapai titik terendah selama 50 tahun terakhir. Harga seluruh pangan meningkat pada angka fantastis 75 persen dibandingkan dengan tahun 2000, beberapa komoditas bahkan lebih dari 200 persen.

Protes dan kerusuhan akibat harga pangan yang tinggi, yang dimulai pada akhir tahun 2007, telah terjadi di banyak sudut dunia. Pada bulan Oktober 2007, terjadi demonstrasi besar di Bengali Barat, India, disusul di Senegal, Mauritania, Meksiko, dan Yaman.

Di Kamerun pada bulan Januari 2008 terjadi kerusuhan besar yang memakan korban meninggal 20 orang, kemudian pada bulan yang sama di Burkina Faso, Afrika Barat. Di Indonesia, Malaysia, Filipina, Inggris, dan Skotlandia demonstrasi akibat krisis pangan juga terjadi meskipun tidak semasif sebagaimana yang berlangsung di Afrika.

Setiap krisis hampir selalu menghasilkan pemenang. Sayang, krisis pangan kali ini pemenangnya bukan petani negara berkembang, tetapi petani kaya di negara maju, investor dan pemain di bursa saham serta perusahaan multinasional.

Tidak ada dasar kuat untuk menyatakan, lonjakan harga pangan seperti saat ini akan menguntungkan petani. Sebagian besar petani kita memiliki lahan kurang dari 0,25 hektar (rata-rata nasional 0,36 hektar dengan jumlah petani 48 persen total penduduk) dan proporsi yang cukup besar di antaranya adalah buruh tani yang tidak berlahan. Kelompok petani berlahan sempit dan buruh tani itu justru akan menderita dampak terbesar karena sekitar 60 persen pendapatan mereka dibelanjakan untuk pangan.

Berkebalikan dengan upaya melindungi petani, suara-suara untuk ”mengindustrialisasi” pertanian akhir-akhir ini semakin menguat. Pemerintah mengimpor benih dari luar negeri dan mengundang pengusaha besar, baik nasional maupun internasional, untuk masuk ke bidang pertanian pangan yang selama ini menjadi wilayah ”kaum tani”.

Istilah rice estate, hibrida, agrotek, bioteknologi, dan transgenik diasumsikan oleh banyak pihak sebagai jawaban atas krisis pangan. Pada pertemuan tahunan investasi dunia ke-14 Empire Club bulan Januari lalu dinyatakan hal yang sama, yaitu pemupukan lebih banyak, penggunaan benih rekayasa genetika, mesin pertanian yang lebih canggih, dan teknologi (pestisida dan herbisida).

Kedaulatan pangan

Setelah dirunut ke belakang, krisis pangan suatu bangsa ternyata bermuara pada situasi ”tidak berdaulat atas pangan”. Kedaulatan pangan merupakan hak setiap bangsa/masyarakat untuk menetapkan pangan bagi dirinya sendiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa menjadikannya subyek berbagai kekuatan pasar internasional.

Terdapat tujuh prinsip tentang kedaulatan pangan (Via Campesina), di antaranya adalah:

1)hak akses ke pangan;
2)reformasi agraria;
3)penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan;
4)pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan;
5)pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi;
6)melarang penggunaan pangan sebagai senjata; dan
7)pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.

Rumusan kedaulatan pangan itu dikembangkan oleh kelompok-kelompok akar rumput sehingga jarang menjadi wacana ilmiah di kalangan perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Kedaulatan pangan sering kali juga berseberangan dengan konsep dan kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dunia, semacam WTO, Bank Dunia, dan IMF. Akibatnya, jarang prinsip kedaulatan pangan kemudian menjadi pijakan dalam perumusan kebijakan pertanian di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Konsep yang saat ini dianut oleh hampir semua negara di dunia adalah ketahanan pangan. Ketahanan pangan kemudian menjadi ”kuda Troya” kapitalisasi sistem pangan global. Ketika perlahan-lahan penguasaan pertanian pangan beralih dari petani ke pemodal kuat, kisah ”harga minyak” akan terulang. Harga akan dimainkan dan ditentukan oleh kartel besar untuk mendulang keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan petani akan semakin diimpit dan didera kemiskinan yang berkepanjangan.

Tidak ada kata terlambat. Krisis juga berarti tantangan dan kesempatan untuk memperbaiki kehidupan petani di masa depan. Nada-nada indah yang dikemas dalam kata-kata diversifikasi pangan, penghargaan terhadap pangan lokal, perlindungan petani, konservasi keanekaragaman hayati pertanian, pertanian berkelanjutan, dan reformasi agraria hanya menjadi sesuatu yang enak untuk didengar, tetapi tidak pernah dilaksanakan.

Jepang baru-baru ini mengeluarkan program mengganti tepung gandum dengan tepung umbi sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kedaulatan pangan.

Sementara di Indonesia, pemerintah melakukan tindakan sporadis yang menyiratkan seolah-olah ”baru tahu hari ini” serta memasang berbagai target muluk peningkatan produksi yang sarat kepentingan politis. Perubahan paradigma dari ketahanan pangan ke kedaulatan pangan tampaknya perlu dimulai untuk menyelamatkan pangan dan petani kita.



Baca Selengkapnya.....