Jumat, 31 Oktober 2008

Are we on the right track ?

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah : ya, kita di jalur yang benar. Ini sama sekali tidak berarti bahwa kita sudah pasti akan sampai pada tujuan yang kita inginkan. Tidak ada jaminan seperti itu. Pada setiap tahap dalam perjalanan, kita sebagai bangsa harus melewati momen pilihan dan titik persimpangan yang memerlukan keputusan dan langkah setrategis. Marilah kita lebih dalam apa yang dimaksud dengan "the right track?"
Tidak ada suatu jalur yang paling benar. Sejarah mencatat bahwa rute yang dilalui oleh berbagai bangsa sangatlah beragam. Tetapi tidak berarti kita tidak dapat mengidentifikasi pola pola umum dalam sejarah kemajuan bangsa bangsa. Identifikasi pola pola umum dalam sejarah kemajuan bangsa bangsa dan penjelasannya merupakan bagian penting dari kegiatan para ahli sejarah dan ilmu sosial lainnya.Sekarang sudah banyak studi, baik teoritis maupun empiris,yang dapat membantu kita untuk menjawab pertanyaan:pola polaumum mana yang terbuka bagi kita. Bagi Indonesia pilihan itu sebenarnya lebih mudah, karena gerakan reformasi telah menjatuhkan pilihannya pada jalur demokrasi. Dalam literatur ekonomi-politik terdapat kristlisasi pandangan mengenai garis besar proses transformasi dari masyarakat berpenghasilan rendah, tertutup, dan tidak demokratis menuju masyarakat yang makmur,terbuka dan demokratis.
Fondasi Ekonomi. Salah satu kristalisasi pandangan itu adalah mengenai fondasi ekonomi dari demokrasi. Intinya adalah dalam tahap awal perjalanannya masyarakat berpenghasilan rendah,tertutup dan belum demokratis seyogyanya memusatkan upayanya pada pembangunan ekonomi lebih dahulu(Barro,2000). Secara Intuitif dalil ini masuk akal karena pada tingkat penghasilan rendah masyarakat akan disibukkan oleh kegiatan yang paling mendasar,yaitu bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya dari hari kehari.
Kebutuhan atau (menggunakan Jargon ekonomi)”permintaan”akan demokrasi akan bersemi pada tingkat hidup dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Fukuyama,2006). Pengalaman berbagai negara juga menunjukkan begitu permintaan akan demokrasi ini merebak dan memperoleh momentumnya, biasanya tidak bisa dihentikan lagi(Bremmer 2006).
Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan faktor penentu penting bagi keberlanjutan demokrasi. Suatu studi yang banyak diacu meyimpulkan bahwa, berdasarkan pengalaman empiris selama 1950-90, rejim demokrasi dengan penghasilan perkapita 1500 dolar(dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity(PPP)-dolar tahun 2001) mempunyai harapan hidup hanya 8 tahun.
Pada tingkat penghasilan perkapita 1500-3000 dolar, demokrasi dapat bertahan rata rata 18 tahun. Pada pendapatan perkapita di atas 6000 dolar daya hidup sistem demokrasi jauh lebih besar dan probabilitas kegagalannya hanya 1/500 (Zakaria,2003),.Przeworskidan Limonggi, 1997)
Posisi Indonesia dimana? Apabila kita hitung berdasarkan PPP-dolar 2006 penghasilan perkapita Indonesia sekitar 4000 dolar sedangkan batas kritis bagi demokrasi sekitar 6000 dolar. Kita belum 2/3 jalan menuju batas aman bagi demokrasi .
Sejumlah studi empiris lain, terutama oleh para ekonom,menyimpulkan bahwa demokrasi bukan penentu utama prestasi ekonomi(Barro 2002,Friedman 2005). Menurut pandangan ahli ahli ini ,terutama bagi negara negara berpenghasilan rendah , rule of law lebih menentukan kinerja ekonomi dari pada demokrasi per se. Apabilakesimpulan ini benar maka negara negara berpenghasilan rendah dapat memacu pertumbuhan ekonominya,meskipun mereka belum siap menerapkan demokrasi, asalkan mereka dapat memperbaiki rule of law. Tetapi dengan meningkatnya kemakmuran, demokrasi akan makin diminta oleh masyarakat,Sementara itu dalam tahap ini demokrasi juga mungkin penting bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Seorang ahli ekonomi pembangunan kenamaan melihat demokrasi sebagai sebuah meta-institution atau institusi induk yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya institusi institusi lain yang berkwalitas, artinya efektif dan dengan tata kelola atau governance yang baik.(Rodrik,2000).Hal ini penting mengingat konsensus yang sekarang berkembang di kalangan ahli dan praktisi adalah bahwa mutu institusi atau governence merupakan kunci keberhasilan pembangunan, Apabila institusi yang baik menentukan keberhasilan pembangunan dan demokrasi adalah sistem yang kondusif bagi perkembangan institusi semacam itu , maka demokrasi menjadi penetu bagi pembangunan ekonomi.
Pada tahapkemajuan ekonomi yang makin tinggi ,pertumbuhan ekonomi akan makin mengandalkan pada fleksibilitas sistem ekonominya, kemajuan teknologi dan peningkatan mutu faktorproduksi, yang kesemuanya bersumber dari inisiatif dan inovasi para pelaku ekonomi. Dan kita tahu bahwa inisiatif dan inovasi tuimbuh paling subur di alam demokrasi (Schumpeter,1976 dan Wittman,1989)
Jadi apa kesimpulan umum kita? Pada Tahapawal pembangunan ekonomi diprioritaskan karena hal itu akan sangat mengurangi resiko kegagalan demokrasi.Pada tahapselanjutnya interaksi antara ekonomi dan demokrasi makin erat dan keberadaan demokrasimakin menentukan kinerja ekonomi dan keberlanjutannya. Tetapi demokrasi adalah tanaman jangka panjang. Menabur bnih lebih dini lebih baik.
Dilema mendasar yang dihadapi demokrasi,sejak plato adalah bagaimana memadukan rasionalisme dengan populisme, pemerintah yang efektif dengan pemerintah yang representatif, teknokrasi dengan demokrasi. Dilemaini sangat konkrit,dan akut bagi demokrasi yang baru berkembang, seperti di negarakita. Di satu sisikita ingin memacu pertumbuhan ekonomi yang pada hakekatnya memerlukan langkah cepat dan kebijakan ekonomi yang rasional,konsisten dan berwawasan jangka panjang- short termpain for long term gain .Di sisi lain ,sistempolitikyang berjalan karena mekanisme yang belum mantap ,tidakmendukung pengambilan keputusan yang cepat dan decesive. Resiko distorsi terhadapkebijakan yang rasional juga tinggi karena tidak jarang kepentingan sempit dan jangka pendek mendominasi wacana pengambilan keputusan di lembaga legeslatif dan juga eksekutif, tanpa ada mekanisme koreksi yang efektif.Inilah sebabnya paraahliberpendapat bahwa kebijakan ekonomi, sampai batas tertentu perlu di insulisasikan dari hiruk pikuk politik sehari hari.Independensi bank sentral yang sekarang sudah umumditerima, adalah suatu perwujudan dari pemecahan dilemaini. Apakah pemecahan serupa dapat diterapkan di bidang lainseperti kebijakan fiskal, industri dan perdagangan atau lingkungan hidup, sekarang masih diperdebatkan para ahli.
Yang penting,posisi strategis mengenai imbangan antara teknokrasi dan demokrasi harus diambil oleh setiap bangsa pada setiap tahap perjalanannya. Di masa orde baru, dengan plusdan minusnya,proses kebijakan ekonomi diproteksi dariproses politik sehari hari, paling tidak selama dua dasawarsa pertama. Sekarang format itu tidak cocok lagi. Format yang baru harus kita temukan dan posisi strategis yang pas harus kitaambil.Ia tidak bisa dibiarkan hanya sebagai hasil sampingan dariproses politik praktis.Taruhannya terlalu besar.

Enterpreneur for Indonesia Incorporated 2020, Institute of Research

Tidak ada komentar: