Rabu, 19 November 2008

Daya Saing Indonesia di Percaturan Global,sangat memprihatinkan!!!

Daya Saing Indonesia di Percaturan Global
Survei tentang posisi daya saing Indonesia saat ini sangat dibutuhkan untuk mere-evaluasi kemerosotan daya saing bangsa dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain yang 10-20 tahun yang lalu jauh dibawah tingkat kemakmuran negara kita, namun sekarang sudah jauh melampaui Indonesia, seperti yang digambarkan oleh Michael E. Porter, ahli ekonomi pembangunan.
Gambaran daya saing meliputi tingkat kemakmuran (prosperity performance), angka pengangguran, efektifitas pemerintahan yang mendukung daya saing, stabilitas politik, regulasi yang kondusif, akuntabilitas, kepastian hukum, besarnya tingkat korupsi, peringkat nilai ekspor, ketersediaan sumber daya manusia yang trampil dan sanggup bekerja keras.
Juga termasuk peringkat aturan-aturan dan praktek-praktek bisnis, ketersediaan infrastruktur fisik [jalan, jembatan, kantor-kantor, industrial estate, komunikasi, telepon, internet, dan sebagainya].



Tingkat Kemakmuran
Gambar 5.1 menunjukkan tingkat kemakmuran negara-negara dibandingkan dengan Indonesia. Pada 10 atau 20 tahun yang lalu banyak negara peringkatnya jauh dibawah Indonesia, namun saat ini sudah jauh melampaui negara kita, seperti Cina, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Terlihat pada tahun 2005 Indonesia sejajar dengan Srilangka serta India, namun sekarang India sudah melesat meninggalkan Indonesia.

Gambar: 5.1


Angka pengangguran
Peringkat pengangguran di Indonesia juga menunjukkan makin memburuk [gambar 5.2], lebih buruk daripada negara-negara ASEAN lain. Pengangguran di Indonesia, mencapai 40 juta lebih, yang paling banyak berada di wilayah kota sebesar 54,54%, sisanya di pedesaan sebesar 45,46%, sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan adalah, lulusan SD sekitar 23,52%, SLTP sekitar 24,82%, SLTA sekitar 36,21%, Diploma sekitar 2,87%, dan Universitas sekitar 3,62%, serta sekitar 9,36% tidak mengenyam pendidikan, berdasarkan survei tahun 2005.
Pada tahun 2008 jumlah tenaga terdidik yang menganggur yaitu lulusan SLTA, SMK, Diploma, dan Universitas mencapai 4,5 juta orang dengan lulusan Universitas mencapai hampir 800 ribu orang.

Gambar: 5.2


Peringkat Efektifitas Pemerintahan Menunjang Daya Saing Bangsa
Efektifitas pemerintahan di dalam menjamin stabilitas politik dan keamanan serta stabilitas ekonomi yang dicerminkan oleh kebijakan makro ekonomi yang kondusif bagi bertumbuhnya ekonomi, pada akhirnya akan sangat menentukan keberhasilan ekonomi mikro seperti yang dicerminkan oleh produktifitas ekonomi negara melalui berkembangnya dunia usaha.
Peringkat efektifitas pemerintahan dicirikan oleh stabilitas politik, efektifitas pemerintah, regulasi, akuntabilitas, kepastian hukum, dan korupsi, terlihat dengan jelas Indonesia makin jauh tertinggal dari Malaysia, Singapura, India, dan Cina.
Secara khusus dapat disimpulkan bahwa stabilitas politik Indonesia yang oleh Amerika Serikat dikatakan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia justru stabilitas politiknya paling rendah, ditandai oleh konflik horisontal dimana-mana akibat praktek sejumlah 500 pilkada sehingga investasi tidak berkembang, dan rakyat menderita.
Bandingkan dengan Singapura dan Malaysia, negara otoriter sejak pemerintahan Lee Kuan Yew dan Mahathir Mohammad yang banyak meniru sistem pemerintahan Presiden Soeharto yang otoriter namun menghasilkan pemerintahan yang kuat, terkuat di Asia selama 20 tahun, dengan stabilitas politik dan keamanan yang kuat diikuti oleh stabilitas ekonomi yang mendukung investasi, seperti yang ditunjukkan gambar 5.3.


Gambar: 5.3


Peringkat Aturan-Aturan Bisnis

Berdasarkan penilaian peringkat aturan-aturan bisnis yang kondusif bagi peningkatan daya saing dan investasi terhadap 175 negara di dunia, maka Indonesia berada di peringkat 135, seperti yang digambarkan pada gambar 5.4, khususnya untuk memulai bisnis baru yang justru sangat dibutuhkan untuk mendapatkan devisa negara dan memulai pengangguran, berada pada peringkat praktis paling bawah, ditambah lagi katagori tenaga kerja yang kurang produktif, pada peringkat 140, dimana lebih dari 50%-nya hanya berpendidikan SD dan SLTP, tidak trampil, serta tidak bekerja sekeras bangsa Jepang atau Korea.
Gambar: 5.4


Faktor-Faktor Lain yang Melemahkan Daya Saing Indonesia

Beberapa penilaian faktor kunci yang mengurangi kemampuan Indonesia dalam berkompetisi dengan negara lain, antara lain adalah tersedianya pasar keuangan, kolaborasi dunia usaha dengan universitas/lembaga riset, kualitas infrastruktur pelabuhan, transportasi [pembangunan infrastruktur kereta api, penerbangan], pasokan listrik, kebijakan pelayaran, kemandirian sistem pengadilan, terlihat semua indikator peringkatnya menurun kecuali efesiensi kerja hukum dan kualitas sekolah umum. Hal tersebut berkaitan langsung dengan fasilitasi iklim investasi yang sangat dibutuhkan oleh dunia usaha nasional maupun asing, harus diperbaiki sesegera mungkin.

Gambar: 5.5



Aliran Modal Investasi Asing
Aliran modal investasi baik yang berasal dari dalam negeri [ DDI, Domestic Direct Investment] maupun yang berasal dari luar negeri [FDI, Foreign Direct Investment] sangat vital dibutuhkan bagi pertumbuhan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada gambar 5.6 jelas terlihat bahwa Indonesia berdasarkan rata-rata prosentase modal FDI dari GDP adalah paling rendah sekitar 5% dibandingkan Vietnam, Papua New Guinea, dan Kamboja, yang mancapai di atas 50%. Dari sisi rata-rata pemasukan modal FDI dan jumlah seluruh investasi [gross fixed capital formation], Indonesia berada diposisi negatif 2%, dibandingkan Kamboja dan Vietnam yang mencapai lebih dari 13%.


Potensi FDI mencapai US$1300 milyar di dunia, dan China berhasil menarik hampir US$100 milyar, Singapura dan Hongkong masing-masing berhasil menarik hampir US$40 milyar.
Gambar: 5.6


Trend Daya Saing Ekspor Indonesia


Gambar: 5.7



Trend Eksport Indonesia lebih didominasi sektor barang daripada jasa sejak tahun 1994 sampai dengan 2004, stabil berkisar antara 0,8% sampai dengan 1%. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2008 terjadi peningkatan ekspor Indonesia. Di sektor jasa, tampak belum ada kemajuan yang berarti yang sebetulnya pada negara-negara maju sektor jasa mendominasi pertumbuhan ekspor maupun ekonomi nasional.

Portofolio Ekspor 1997 – 2005
Kluster export Indonesia dari tahun 1997-2005, masih didominasi hasil produk-produk sumber daya alam, walaupun sektor industri mulai tampil, namun belum bisa mendekati produk sumber daya alam seperti yang terlihat pada gambar 5.8.

Gambar : 5.8

Gambar: 5.9
Daya Saing Jumlah Hak Paten yang Dihasilkan Di Asia


Gambar: 5.10


Akumulasi jumlah hak paten sejak 1998 sampai dengan 2004, yang didaftarkan di Amerika Serikat. Terbesar dihasilkan oleh China sebesar 35% dan India sebesar 25%, serta Malaysia 20% dibandingkan dengan Indonesia hanya yang mencapai 2%, sedang dari sisi jumlah paten per satu juta penduduk, Malaysia tertinggi mencapai 3%, disusul China dan India masing-masing 0,2% sedangkan Indonesia 0,1%. Ini menunjukkan lemahnya inovasi penduduk Indonesia dalam penciptaan barang atau bisa juga ketidakpedulian bangsa ini akan hak karya intelektual.



Gambar: 5.11

Gambaran tentang daya saing hak paten dunia tahun 1990 sampai dengan tahun 2000, dikuasai oleh lima besar yaitu Jepang tertinggi dengan 850 paten per satu juta penduduk disusul Swedia 820 paten, Finlandia 680 paten, Jerman 650 paten, dan Amerika Serikat serta Belanda masing-masing 480 paten. Gambaran negara lain terlihat pada gambar 5.11.






Tidak ada komentar: