Sabtu, 15 November 2008

Dulu Bisa Kenapa Sekarang Tidak Bisa,Kenapa?

Usaha Berdiri di atas kaki sendiri yang merupakan cita cita bangsa ini memerdekakan diri pernah dilakukan oleh seorang yang bernama Ibnu Sutowo, walaupun dalam kariernya banyak kontroversial, tetapi perjuangan beliau mendepak dominasi asing di kancah pertambangan migas Indonesia yang akhirnya diakui dunia patut di acungi jempol dan ditiru oleh kita sebagai penerus bangsa.

Bermula dari status tambang minyak di Pangkalan Brandan yang telah ditinggalkan oleh maskapai perminyakan Belanda dan Inggris, namun masih mengklaimnya sebagai lapangan minyaknya. Status tambang minyak tersebut oleh KSAD Kol Nasution diberikan kepada Ibnu Sutowo sebagai pemegang wewenang tempat tersebut, untuk mengatasi kesulitan itu segera dibentuk sebuah badan yang diberi nama TMSU (Tambang Minyak Sumatera Utara) sebagai pelaksana pertikaian pendapat mengenai masalah bekas konsesi BPM itu tetap berjalan terus.Seandainya kabinet berpendapat bahwa tambang minyak itu dikembalikan saja pada pemegang konsesinya sebelum perang,maka suara suara di DPR lebih cenderung untuk tidak dikembalikan.
Langkah pertama yang dilakukan Kol Ibnu Sutowo setelah penunjukkannya sebagai pemegang kuasa tambang adalah pergi ke Notaris dan membentuk sebuah perusahaan yang diberi nama PT ETMSU (Eksploitasi Tambang Minyak Sumatra Utara), yang oleh Kasad Nasution diganti nama PERMINA agar tidak berkesan kedaerahan. Langkah selanjutnya mengadakan diagnosis mengenai keadaan fasilitas sumur minyak di tempat tersebut.Sementara Ibnu Sutowo dan kawan kawan sibuk merehabilitasi sumur sumur , pipa pipa dan kilang Pangkalan Brandan, mulailah berdatangan pengusaha pengusaha asing yang berkecimpung dalam soal minyak mencari kemungkinan kemungkinan. Mereka itu pada umumnya terdiri dari pengusaha pengusaha Independen , artinya tidak mempunyai ikatan dengan perusahaan minyak raksasa yang terkenal.Pengusaha pengusaha Independen tersebut lebih fleksibel dalam bertindak dan realistis dalam bersikap. Salah satu dari pengusaha tersebut adalah Harold Hutton, seorang pengusaha dari Orange Los Angeles, ia bertemu dengan Ir Juanda (kepala Biro Perancang Negara) dan Ali Budiarjo serta Ibnu Sutowo. Harold Hutton mengatakan bahwa ia pernah meninjau ke Pangkalan Brandan melihat keadaan kilang di tempat itu, yang terlihat tidak lebih dari besi rongsok seberat 20 000 Ton, dan dia juga melihat ke Rantau prapat melihat keadaan pipa pipa minyak dimana hanya menyaksikan sumur sumur tua yang telah disabot.Pembicaraan pembicaraan menyebut bahwa bangsa Indonesia tidak mampu menjalankan perusahaan, mendorong Ibnu Sutowo bekerja keras untuk membuktikan dan menyanggah ketidakbenaran apa yang menjadi kepercayaan bagi sementara orang. Ibnu tidak menyangkal bahwa kita memang tertinggal jauh dengan orang lain dalam bidang ini, tetapi tidak perlu berkecil hati dan setiap orang boleh belajar dari kesalahan yang pernah dibuat, untuk berbuat lebih baik di masa mendatang, demikian argumentasi yang senantiasa di ulang ulang.
Empat bulan pertama tahun 1958,merupakan bulan bulan yang penuh berisi dengan ketegangan dan kerja keras tanpa mengenal lelah dan akhirnya terkumpullah sejumlah produksi pertama yang lumayan jumlahnya. Pada tanggal 4 Mei 1958, dikapalkan sebanyak 1700 Ton minyak mentah bernilai US $30 000 ke dalam kapal Shozui Maru yang berukuran 3 000 dwt.
Minyak tersebut adalah produksi pertama BANGSA INDONESIA yang diekspor ke luar negeri dan Harold Hutton adalah pembeli yang pertama.Sukses pengapalan minyak pertama keluar negeri bukan saja menggembirakan Harold Hutton sebagai pembeli pertama, yang tadinya menyangsikan kemampuan orang Indonesia bisa mengusahakan sendiri tanpa bantuan asing, juga memberikan kebanggaan kepadanya. “Saya adalah orang minyak asing pertama yang percaya bahwa sebuah perusahaan minyak Indonesia bisa dijalankan seluruhnya oleh orang orang Indonesia sendiri.Indonesia Incorporated

Tidak ada komentar: