Minggu, 31 Agustus 2008

Indonesia Negara gagal?,Mungkinkah?,Tidak Boleh!!!

Apa Itu Negara Gagal?

   Negara gagal(failed states) hanyalah salah satu tahapan untuk menuju pada tahap berikutnya yaitu negara runtuh(colapse states) seperti yang di tulis Robert Rotberg dalam papernya,Nation-State Failure: Arecurring Phenomenon menyebutkan menyebutkan bahwa ada 4 kategori negara-negara yaitu:

  1. Negara kuat(Strong States). Negara yang dapat mengontrol teritorial dan penduduk mereka. Umumnya mereka memiliki GDP tinggi perkapita.
  2. Negara lemah(Weak States). Negara yang pada umumnya memiliki perbedaan etnis,relegi,bahasa yang menjadi hambatan untuk menjadi negara yang kuat. Konflik biasanya terjadi secara terbuka, dan korupsi menjadi hal yang umum. Hukum tidak ditegakkan dan privatisasi institusi kesehatan dan pendidikan menjadi bukti nyata kegagalan negara tersebut. Contohnya adalah Irak,Belarus,Korea Utara, dan Libya.
  3. Negara Gagal(Failed States). Negara yang sangat sukar mencapai targetnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Umumnya terdapat non state actors yang berpengaruh dan membantu memenuhi kebutuhan hidup penduduk. Keamanan nyaris menjadi hal yang tidak ada kecuali di kota-kota besar.
    Ekonomi tak berjalan, kualitas kesehatan yang buruk, dan sistem pendidikan terabaikan. Korupsi menjadi hal yang marak, dan diperparah oleh inflasi.
  4. Negara runtuh(Collapsed States). Negara-negara gagal dengan situasi dimana tak ada pemerintahan sama sekali.

Khusus untuk negara gagal, Naom Chomsky(2006: 1-2), menyebut tiga ciri pokok yang bisa dipakai untuk menjelaskan negara-negara yang gagal (failed states), sebagai berikut:

    (1) Ketidak mampuan negara dalam melindungi penduduknya dari kekerasan atau bahkan                 mungkin penyerangan/pengrusakan.

    (2) Kecenderungan mengabaikan diri terhadap jangkauan hukum baik domestik, maupun                   hukum Internasional.

    (3) Jika mempunyai bentuk demokrasi, mereka menderita semacam defisit dalam                               berdemokrasi yang parah.

 Stoddard, A dalam Ethnonationalism and the Failed State: Source of Civil State Fragmentation in the International Political Economy Emerge: A Graduate Journal of International Affairs, Volume 4, Carleton University, Kanada, 2000, juga menjelaskan bahwa sebuah negara bangsa(nation state) dianggap gagal jika ia tidak dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan baik. Negara gagal terjadi karena kepemimpinan dan institusi dari negara tersebut sangat lemah sehingga tidak mampu lagi atau tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur dan mengontrol negaranya.

 Sindrom ini dapat dilihat pada beberapa indikator sosial,ekonomi,politik, maupun militer. Sindrom dari negara gagal antara lain keamanan rakyat tidak bisa terjaga, konflik etnis dan agama tak kunjung usai, koropsi merajalela,legitimasi negara terus menipis, ketidak berdayaan pemerintah pusat dalam menghadapi masalah dalam negeri, dan kerawanan terhadap tekanan luar negeri (Robert I Rotberg, The Nature of Nation-State Failure,2002).

 Sindrom ini meliputi timpangnya kesempatan pendidikan, kesempatan kerja, dan status ekonomi. Di masyarakat korupsi dan praktek-praktek gelap meluas, sementara pemerintah tidak mampu memberi gaji layak bagi pegawai negeri atau angkatan bersenjatanya. Kondisi ekonomi terus memburuk akibat sistem ekonomi tersembunyi seperti penyelundupan dan pelarian modal.

 Elite yang berkuasa melakukan korupsi besar besaran. Mereka menolak transparasi, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Sindikat sindikat penjahat berkoalisi dengan elite yang berkuasa, sementara pelayanan publik seperti keamanan,kesehatan,pendidikan,sanitasi, dan transportasi umum merosot. Jasa pelayanan hanya melayani elite yang berkuasa. Pembusukan terjadi di pusat kekuasaan, termasuk pemerintah yang tidak becus, kebobrokan institusional, dan kepemimpinan yang merusak sehingga menyulut konflik dan perpecahan.

Kini telah 10 tahun reformasi berlangsung. Lihatlah betapa menyedihkan negeri ini. Yang lebih memilukan sekaligus memalukan, kini Indonesia termasuk dalam indeks 60 negara gagal tahun 2007.

 Indeks itu dibuat Majalah Foreign Policy yang berwibawa, bekerja sama dengan lembaga think-thank Amerika, The Fund for Peace. Meskipun harus diwaspadai dengan mencermati beberapa kriteria yang dipakai dalam penggolongan tersebut, karena mereka juga bukan badan independen penuh, tetapi paling tidak kita bisa tahu sebenarnya posisi Indonesia dimana.

 Banyak ukuran dalam membuat indeks itu. Tapi secara umum disebutkan,antara lain, pemerintah pusat sangat lemah dan tak efektif, pelayanan umum jelek, korupsi dan kriminalitas menyebar, dan ekonomi merosot. Negara paling Gagal adalah Sudan,Iraq,Somalia dan Zimbabwe. Tapi coba bayangkan Indonesia masuk satu jajaran dengan negara itu, bersama dengan sejumlah negara Afrika,Asia, dan Amerika Latin, semacam Timor Timur,Myanmar,Konggo,Haiti,Ethiopia, dan Uganda.

 Selama dekade lalu, setidaknya ada tujuh negara yang dalam kategori negara gagal, Yaitu Afghanistan,Angola,Burundi,Republik Demokratik Congo, Liberia, Sirea Leone dan Sudan. Diantara 7 negara gagal tersebut, yang betul-betul sampai hancur menjadi Collapsed state hanya satu yaitu Somalia. Sedangkan contoh negara yang lemah adalah Colombia.

Tunggu Posting berikutnya

Effendi Siradjuddin dkk

 

Baca Selengkapnya.....

Selasa, 26 Agustus 2008

Prolog/Kata Pengantar

Banyak kalangan memprediksi negara Indonesia akan menjadi negara GAGAL.

Sebuah'faild state' atau negara yang gagal tentunya sangat mengerikan bagi berbagai pihak yang masih berpihak kepada negara dan rakyat Indonesia.

Pertanyaannya adalah apakah kita memang akan menjadi negara GAGAL ???

Effendi Siradjuddin,dkk

Perjalanan reformasi yang bergulir di Indonesia masih menyisakan beberapa pertanyaan. Salah satunya apakah reformasi yang sedang berjalan ini sudah sesuai dengan cita cita luhur bangsa Indonesia? Apakah tepat jalan demokrasi liberal yang ditempuh Indonesia sekarang ini memang pilihan yang tepat?. Kenyataannya keberhasilan demokrasi sangat berhubungan erat dengan tingkat kemakmuran suatu negara. Pada tingkatan kemakmuran tinggi, yang sekarang diukur dengan GDP perkapita, tingkat keberhasilan demokrasi juga akan semakin tinggi pula. Demokrasi dulu atau makmur dulu, Telur dulu atau ayam dulu?

Baca Selengkapnya.....