Selasa, 25 November 2008

To Be Smart & Development Nation 2020

 
Konsep ABG mencakup tiga sektor yang saling menunjang, di mana sektor bisnis, sebagai mesin penggerak utama perekonomian negara, menempati porsi terbesar. Sektor akademisi menyokong ekonomi melalui penerapan konsep pendidikan lebih berbasis enterprener dan berpengalaman dalam pekerjaan-pekerjaan korporasi, disesuaikan dengan kebutuhan korporasi nasional, sehingga negeri ini nantinya memiliki banyak sumber daya manusia yang kompeten, sanggup bekerja keras, dan berwawasan enterprener dalam bidangnya dan mampu hidup mandiri.



Sedangkan sektor pemerintah, termasuk DPR dan DPD, selaku fasilitator, memfasilitasi pertumbuhan perekonomian nasional dengan membuat peraturan dan kebijakan yang kondusif bagi kalangan dunia usaha. Pemerintah atau birokrasi yang dibutuhkan adalah yang mempunyai wawasan korporasi atau incorporated dan semangat enterprener, sehingga mampu memberi fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan korporasi.

Konsep ABG tidak mungkin diterapkan hanya dengan mengandalkan political will, namun juga menuntut seorang leader yang mampu menggerakkan dan memobilisasi seluruh rakyat untuk terlibat dalam upaya mewujudkan visi Indo Inc. 2020. Karena itu, syarat pertama dan terutama untuk menjalankan konsep tersebut adalah perlunya kepemimpinan nasional yang kuat, yang mampu membangun greget atau gebrakan untuk membangkitkan rasa ”nasionalisme baru”.

Nasionalisme Baru

Nasionalisme baru yang dimotori oleh elite kepemimpinan nasional itu sangat diperlukan dengan tujuan: seluruh komponen bangsa dapat bersatu padu untuk melahirkan atau membangkitkan kembali kebanggaan dan harga diri seluruh rakyat, yang pada gilirannya akan berdampak pada tumbuhnya semangat dan kemauan bekerja keras untuk mencapai target Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2020.

Selain itu, saat ini yang sangat penting adalah mengembangkan kemampuan nasional untuk sesingkat-singkatnya mengelola sendiri migas kita dan perusahaan migas nasional untuk diperjuangkan sebagai undang-undang, agar diperoleh iklim investasi yang kondusif untuk memacu peningkatan produksi dan pengembangan energi alternatif. Ini penting, mengingat industri migas adalah investasi jangka panjang 30 tahun melampaui masa pemerintahan yang hanya lima tahun.

Dengan asumsi terdapat sekitar 215 juta penduduk Indonesia yang masuk kategori sektor dunia usaha (non-pemerintah), merekalah yang bertanggung jawab menggerakkan roda perekonomian nasional lewat operasionalisasi perusahaan/korporasi. Di sini, korporasi yang dimaksud terdiri atas bermacam bentuk. Mulai dari yang formal dan informal; perusahaan mikro, kecil, menengah dan besar; serta BUMN, BUMD, dan koperasi. Sedangkan jenis-jenis usaha yang dioperasikan mencakup sektor pertanian, pertambangan, perikanan, industri, perdagangan, dan jasa.

Bergulir tidaknya dan cepat lambatnya perputaran roda perekonomian nasional yang digerakkan oleh sektor usaha, pada gilirannya akan tampak dan dapat diukur melalui pendapatan negara [pajak], potensinya dalam membuka lapangan pekerjaan, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, serta berlangsungnya pertumbuhan ekonomi [economic growth] dan pertumbuhan tabungan nasional [national saving] serta modal nasional [national capital growth].

Bertumpu pada peran masing-masing, baik sektor publik maupun sektor dunia usaha harus mampu menjamin bahwa pembangunan ekonomi berjalan on the right track, untuk mewujudkan visi Indo Inc. 2020. Menggunakan kalkulasi sederhana, untuk meningkatkan produksi nasional hingga mampu menyerap seluruh angkatan kerja baru maupun yang menganggur, serta meningkatkan pundi-pundi tabungan nasional yang dapat menunjang pembangunan ekonomi secara berkesinambungan, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-7 persen. Angka tersebut merujuk pada asumsi pertumbuhan penduduk Indonesia dewasa ini yang sebesar 2%.

Kebutuhan Investasi Asing

Persoalannya, target pertumbuhan ekonomi sebesar itu [6-7 persen] tidaklah mungkin dicapai hanya dengan mengandalkan investasi domestik yang saat ini masih minimal. Itu sebabnya, seperti telah disampaikan di awal, bangsa ini memerlukan investasi asing [Foreign Direct Investment/FDI] dalam jumlah signifikan untuk membantu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. FDI bukan barang tabu, karena bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang maupun negara-negara lain di daratan Eropa, percepatan pertumbuhan ekonomi negaranya juga masih sangat ditentukan oleh jumlah investasi asing yang masuk.

Indonesia sungguh belum beruntung. Meskipun Presiden dan Wakil Presiden, secara bergantian, aktif melakukan road show ke beberapa negara untuk mengundang investor, dalam kenyataan, upaya tersebut masih belum memberikan hasil yang signifikan. Ihwal ini utamanya dipicu oleh begitu banyak dan beragamnya persoalan ”khas Indonesia” yang memaksa para pemilik kapital itu menunda atau bersikap wait and see untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Bahkan, stabilitas politik dan keamanan yang relatif lebih baik dalam dua tahun terakhir, masih belum mampu membebaskan Indonesia dari jerat permasalahan warisan masa lalu.

Tidak cukup itu. ”Sukses” Indonesia melunasi utang IMF beberapa waktu lalu, juga belum cukup menolong kita untuk beranjak dari urutan keenam dunia sebagai negara debitor [pengutang]. Indonesia bahkan ”setia” bertengger pada urutan ketiga sebagai negara terkorup di dunia. Di sisi lain, ranking sumber daya manusia Indonesia menempati urutan ke-112 dari 127 negara.

Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 26 persen atau sekitar 40 juta jiwa. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka sebanyak 10 juta, dan menjadi 40 juta jika ditambah dengan setengah menganggur dan pencari kerja. Itu pun masih belum menghitung pengangguran yang tidak kentara alias disguised unemployment, bila menggunakan ukuran pendapatan US$2 per hari, maka jumlah penduduk miskin 140 juta.

Enterprneur for Indonesia Incorporated 2020




Posted by Picasa

Tidak ada komentar: